KASUS PELANGGARAN HAKI
Saya akan membahas serta berkomentar mengenai 2 (dua) kasus pelanggaran HaKi di Indonesia.
Adapun kasus pelanggaran HaKi tersebut adalah, sebagai berikut :
Jumat, 25/04/2008 15:01 WIB
Pembajakan Musik Bunuh Kreativitas Anak Bangsa
Dewi Widya Ningrum - detikinetJakarta - Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Persoalan inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam diskusi "Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet" di Gedung AHU Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di Indonesia sudah sangat primitif. "Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana dengan yang lain?" jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
"Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati," ujarnya.
Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya.( dwn / dwn )
Komentar Saya :
Dari cuplikan di atas, jelas sekali dipaparkan bahwa pembajakan di bidang musik & lagu semakin memprihatinkan, terutama karena kecanggihan teknologi internet telah mempermudah mp3 song di upload begitu saja tanpa memikirkan kembali Hak Cipta yang sudah tertata dalam industri musik Indonesia.
Namun sangat disayangkan, kasus yang merupakan pelanggaran HaKi ini tidak begitu diusut oleh pihak penegak hukum. Padahal seharusnya para penegak hukum sebisa mungkin melindungi hasil karya seniman tersebut.
Kasus seperti ini harus segera diperhatikan lebih lagi, karena jika tidak akan semakin banyak partisipan pembajak lagu yang menyebarluaskan karya-karya lewat dunia maya.
Mengatur dan segera merestrukturisasi tata niaga industri musik di Indonesia merupakan salah satu jalan keluar untuk segera mengatasi pembajakan yang merupakan pelanggaran Hak Cipta tersebut.
Referensi :
berikut merupakan contoh lain dari kasus pelanggaran Hak Cipta :
Minggu, 22/08/2010 13:18 WIB
Hati-hati Publikasikan Karya Ilmiah di Internet
Andrian Fauzi - detikinet
Hati-hati Publikasikan Karya Ilmiah di Internet
Andrian Fauzi - detikinet
Jakarta - Kampus di Indonesia tengah giat-giatnya mempublikasikan karya ilmiahnya di internet. Sekadar mengingatkan, sebaiknya hati-hati. Karena jika salah langkah, aksi yang seharusnya positif malah bisa menjadi bumerang.
Demikian diungkapkan oleh Gede Karya, Kepala Biro Teknologi Informasi Universitas Parahyangan saat berbincang santai dengan detikINET di Bandung, akhir pekan ini.
"Tidak bisa sembarangan dalam mempublikasikan karya ilmiah. Apalagi saat ini UU ITE telah berlaku. Harus diperhatikan aspek substansi, etika dan legal," paparnya saat ditemui Sabtu kemarin.
Prinsip kehati-hatian yang dianut oleh Gede wajar adanya. Pasalnya, ada kampus yang tercoreng namanya karena gara-gara mahasiswa serta dosennya tersandung kasus pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) berkat publikasi karya ilmiah di internet yang konon hasil plagiat.
"Karenanya sebelum memutuskan untuk mempublikasikan kita lihat dulu aspek-aspek tadi. Publikasi memang memberikan manfaat yang besar sekali. Tapi, tanpa kehati-hatian kasus mempublikasikan sesuatu malah jadi bumerang. Mulai dari etika penulisan ilmiah atau plagiat hingga pelanggaran HaKI," jelasnya.
Pun demikian, Gede mengakui bahwa dengan mempublikasikan di internet bisa menilai plagiat atau tidak sebuah karya. "Tentunya bagi lembaga tidak ingin terjebak. Harus ada verifikasi. Atau paling tidak menyadarkan dan memberikan pemahaman yang pas kepada civitas akademika tentang kaidah, etika dan cara penulisan karya ilmiah," terangnya.
Masalahnya, sambung Gede, hasil penelitian atau karya ilmiah orang lain kemudian diajarkan kepada mahasiswa dan selama itu bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan, hal itu sah-sah saja dilakukan.
"Tapi jika penelitian atau karya ilmiah kemudian dipublikasikan ke masyarakat, itu yang jadi masalah. Karena terkait dengan ide dan hasil pemikiran siapa," tandasnya.
Demikian diungkapkan oleh Gede Karya, Kepala Biro Teknologi Informasi Universitas Parahyangan saat berbincang santai dengan detikINET di Bandung, akhir pekan ini.
"Tidak bisa sembarangan dalam mempublikasikan karya ilmiah. Apalagi saat ini UU ITE telah berlaku. Harus diperhatikan aspek substansi, etika dan legal," paparnya saat ditemui Sabtu kemarin.
Prinsip kehati-hatian yang dianut oleh Gede wajar adanya. Pasalnya, ada kampus yang tercoreng namanya karena gara-gara mahasiswa serta dosennya tersandung kasus pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) berkat publikasi karya ilmiah di internet yang konon hasil plagiat.
"Karenanya sebelum memutuskan untuk mempublikasikan kita lihat dulu aspek-aspek tadi. Publikasi memang memberikan manfaat yang besar sekali. Tapi, tanpa kehati-hatian kasus mempublikasikan sesuatu malah jadi bumerang. Mulai dari etika penulisan ilmiah atau plagiat hingga pelanggaran HaKI," jelasnya.
Pun demikian, Gede mengakui bahwa dengan mempublikasikan di internet bisa menilai plagiat atau tidak sebuah karya. "Tentunya bagi lembaga tidak ingin terjebak. Harus ada verifikasi. Atau paling tidak menyadarkan dan memberikan pemahaman yang pas kepada civitas akademika tentang kaidah, etika dan cara penulisan karya ilmiah," terangnya.
Masalahnya, sambung Gede, hasil penelitian atau karya ilmiah orang lain kemudian diajarkan kepada mahasiswa dan selama itu bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan, hal itu sah-sah saja dilakukan.
"Tapi jika penelitian atau karya ilmiah kemudian dipublikasikan ke masyarakat, itu yang jadi masalah. Karena terkait dengan ide dan hasil pemikiran siapa," tandasnya.
( afz / rou )
Referensi :
Komentar Saya :
Memang benar sekali bahwa di era sekarang ini para pelajar mempublikasikan tulisan-tulisan mereka ke dalam blog atau semacamnya melalui internet. Tulisan-tulisan yang mereka publikasikan bisa tergolong karena tugas-tugas dari pihak sekolah, kampus, dll, ataupun ada yang mempublikasikannya untuk dibaca oleh para pencari informasi lewat internet yang dapat membantu orang-orang yang sedang membuthkuan informasi tersebut. Adalah sesuatu yang baik jikalau kita dapat mempublikasikan "karya kita sendiri" sehingga bermanfaat untuk para pembaa, tetapi merupakan suatu bencana untuk mereka yang menjadi "plagiat" karena tulisan-tulisan mereka 'menjiplak' karya orang lain. Oleh sebab itu, bagi penulis haruslah benar-benar memperhatikan cara penulisan karya yang baik dan benar, seperti mencantumkan referensi. Jika tidak, penulis bisa dituntut oleh penulis asli karena dianggap telah melanggar Hak Cipta karya seseorang. Jasi, mari kita membuat serta mempublikasikan tulisan kita sendiri, dengan begitu akan mendatangkan keuntungan bagi pihak pembaca juga tentunya kita sendiri. Be your self :)